Senin, 30 Agustus 2010

Sistem Otot

Fungsi sistem muskular
1. Pergerakan
2. Penompang tubuh dan mempertahankan postur
3. Produksi panas

Ciri-ciri otot
1. Kontraktilitas
2. Eksitabilitas
3. Ekstensibilitas
4. Elastisitas

Berdasakan fungsional berdasarkan kendali konstruksinya yaitu :
1. Voluntar ( sadar )
2. involuntar ( tak sadar )

Menurut jenis jaringan otot berdasarkan struktur dan sifat fisiologisnya dapat dibedakan menjadi :
1. Otot rangka
2. Otot polos
3. Otot jantung

Otot Rangka
• Sel-sel otot berbentuk serabut
• Panjang serabut 15 cm
• Inti terletak dibawah permukaan sel dengan arah aksis panjang serabut-serabut otot.
• Membran sel otot disebut sarkolema,lapisan permukaanya menyatu membentuk tendon
• Dipersarafi oleh satu ujung saraf terletak pada bagian tengah serat
• Dikendalikan oleh kesadaran
• Sarkoplasma,berisi :
- Miofibri-miofibril, miofibril memiliki filamen aktin dan filamen miosin. Filamen-filamen ini bertanggung jawab terhadap kontraksi otot dan memberikan corak warna pada otot.
- Cairan : kalium,magnesium,fosfat dan enzim protein dalam jumlah besar
- Mitokondria,untuk menghasilkan energi pada otot
- Ritikulum sarkoplasmik,mengatur kontraksi otot

Mekanisme kontaksi otot rangka.
Rangsangan pada sebuah saraf motorik ( yang mensarafi serabut otot) pada ujung saraf motorik mensekresi neurotransmiter Asetilkolin. Asetilkolin akan menyebabkan retikulum sarkoplasmik melepaskan sejumlah ion kalsium ( yang tersimpan dalam RS) kedalam miofibril. Ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik filamen aktin dan miosin,yang menyebabkan gerakan bersam-sama sehingga menghasilkan proses kontraksi. Kemudian dalan satu detik ion kalsium dipompa kembali kedalam ritikulum sarkoplasmik tempat ion kalsium disimpan. Kembalinya ion kalsium ini menyebabkan kontrasi otot berhenti.
Otot tidak pernah istirahat benar,meskipun keliatannya demikian. Pada hakekatnya mereka selalu berada dalam keadaan tonus otot,yang berarti siap untuk bereaksi terhadap rangsangan. Misalnya ketokan pada tendo patella mengakibatkan kontraksi dari extensor quadrisep femoralis dan sedikit rangsangan sendi lutut. Sikap tubuh ditentukan oleh tingkat tonus.

Perubahan-perubahan bentuk otot rangka untuk penyesuaian fungsi
• Hipertropi otot : Peningkatan jumlah massa otot,akibat peningkatan jumlah filamen aktin dan miosin,sehingga otot membesar.
• Atropi otot : Menurunnya jumlah masa otot
• Hiperplasia : Peningkatan jumlah serat otot


OTOT POLOS

• Sel-sel berbentuk spidel
• Inti di tengah
• Serabut-serabut retikular transversal menghubungkan sel-sel otot berdekatan dan membentuk suatu kelompok sehingga menjadi unit-unit fungsional.
Otot polos dibagi menjadi dua tipe:
1. Tipe multi unit
a. Tiap serat bekerja tanpa tergantung pada serat yang lain
b. Di persarafi oleh sebuah ujung saraf
c. Masing-masing serat dapat berkontraksi secara tidak bergantung pada yang lain
d. Pengaturanya terutama dilakukan oleh sinyal saraf
e. Jarang menunjukan kontraksi yang spontan
Conyohnya : siliaris mata,iris mata dan otot piloerektor
2. Tipe unit tunggal (viseral)
a Tiap serat bersatu menjadi lembaran atau berkas
b Bekarja secara bersama-sama
c Membran sel saling berhubungan satu sama lain
sehingga ion-ion dapat melalui secara bebas da
ri satu sel ke sel yang lainya
d Disebut juga otot polos viseral
Contoh: usus,ureter,uterus,duktus biliaris dan banyak pe mbuluh darah.
e Di persarafi oleh satu ujung saraf
f Pengaturannya dilakukan oleh: sinyal saraf, hormonal, dan oleh renggangan.

Kontrasi otot polos,adanya rangsang baik oleh saraf (otonom), hormonal atau oleh rengganga, saluran kalsium teraktivasi pada serabut otot. Sehingga ion kalsium dari ekstraseluler masuk kedalam sel melalui saluran yang telah teraktivasi,ion kalsium kemudian mengaktifkan filamen miosin dan aktin sehingga menimbulkan kontrasi otot.
Untuk menimbulkan relaksasi pada kontrasi otot polos ,perlu untuk mengeluarkan ion kalsium dari cairan yang mengelilingi filamen aktin dan miosin. Pemindahan ini dilakukan oleh pompa kalsium yang memompa ion kalsium keluar dari serabut otot polos ke cairan ekstraseluler.
Bila konsentrasi ion kalsium dalam cairan ekstraseluler turun,kontraksi otot polos biasanya hampir tidak ada sama sekali.


OTOT JANTUNG

• Inti terletak di tengah-tengah serabut otot
• Serat tersusun seperti suatu kisi-kisi,serat-serat terpisah kemudian bergabung kembali dan menyebar kembali.
• Serat-serat otot jantung terdiri atas banyak sel otot jantung yang saling berhubungan satu dengan lainya dalam suatu rangkian.
• Sel-sel itu dipisah satu dengan lainya oleh membran sel yang disebut diskus interkalatus, sehingga pada otot jantung akan tampak daerah-daerah gelap yang menyilang serat-serat otot jantung.
• Memiliki miofibril tertentu yang mengandung filamen miosin dan aktin

Otot jantung tidak dapat dikendalikan oleh kesadaran seperti otot rangka,Otot jantung dikendalikan oleh sistem saraf otonom. Otot jantung memiliki kemampuan khusus untuk mengadakan kontraksi otomatis dan ritmis tanpa tergantung pada tidaknya rangsangan saraf, cara kerja seperti ini disebut miogenik.
Kontraksi otot jantung,adanya pelepasan neurotransmiter pada ujung saraf otonom yang mengakibatkan pelepasan ion-ion kalsium dari retikulum sarkoplasmik. Dalam seperbeberapa ribu detik berikutnya, ion kalsium ini berdifusi kedalam miofibril mengaktifkan filamen aktin dan miosin,hal ini akan menimbulkan kontrasi otot jantung. Selain ion kalsium yang dilepaskan dari sistem retikulum sarkoplasmik ke dalam sarkoplasma otot,sebagian besar diperlukan ion-ion kalsium tambahan dari cairan ektrseluler kedalam retikulum sarkoplasmik. Tentu saja tampa tambahan ion kalsium ini, kekuatan kontrasi otot jantung akan menurun.

Sistem Saraf Pusat

Otak manusia kira-kira 2% dari berat badan orang dewasa. Otak menerima 20% dari curah jantung dan memerlukan sekitar 20% pemakian oksigen tubuh dan sekitar 400kilokalori setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan akan kebutuhan osigen dan glukose melalui aliran darah. Metabolisme otak merupakan proses kontinu,tanpa ada masa istirahat. Bila aliran darah berhenti selam 10 detik saja,maka kesadaran sudah akan menurun dan penghentian beberapa menit sudah dapat menimbulkan kerusakan ireversibel.

LAPISAN PELINDUNG

Otak terdiri rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan meningel terdiri dari pia mater,lapisan araknoid, dan dura meter
1. Pia mater
Lapisan terdalam yang halus dan tipis,serta melekat erat pada otak. Lapisan ini mengandung banyak pembuluh darah untuk mensuplai jaringan saraf.
2. Lapisan araknoid
Terletak pada bagian eksternal dari pia mater dan mengandung sedikit pembuluh darah
a. Ruangan subaraknoid
Memisahkan lapisan araknoid dari pia mater dan mengandung cairan serebrospinalis, pembuluh darah, serta jaringan penghubung seperti selaput yang mempertahankan posisi araknoid terhadap pia mater dibawahnya.
b. Vili araknoid
Menonjol ke dalam sinus vena ( dural ) dura mater
3. Dura mater
Lapiasan terluar dan tebal,terdiri dari dua lapiasn
a. Lapisan periosteal
Lapisan terluar dari dura mater yang melekat pada permukaan dalam tulang kranium dan berlanjut sebagai periostium yang membatasi kanalis vertebralis dengan medulla spinalis
b. Lapisan meningeal
Merupakan membran tebal yang meliputi otak dan menyusup di antara jaringan otak sebagai penyokong dan pelindung. Lapisan melanjutkan diri sebagai dura mater spinal.
c. Ruang subdural
Memisahkan dura mater dari araknoid pada daerah kranial dan medulla spinalis.
d. Ruang epidural
Ruang antara periosteal luar dan lapisan meningeal dalam pada dura mater di daerah medulla spinalis

Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal mengelilingi ruang subaraknoid di sekitar otak dan medulla spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak.
• Komposisi
Cairan serebrospinal menyerupai plasma darah dan cairan intersisial (air,elektrolit,oksigan,karbondioksida, glukose, beberapa lekosit ( terutama limfosit ) dan sedikit protein.
• Produksi
Cairan serebrospinal dihasilkan oleh pleksus koroid yaitu jaring-jaring kapiler berbentuk bunga kol yang menonjol dari pia mater ke dalam dua ventrikel otak

• Sirkulasi
Cairan bergerak dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikuler ( foramen munro ) menuju ventrikel ketiga otak,kemudian mengalir melalui akuaduktus serebral ( Sylvius ) menuju ventrikel keempat cairan mengalir melalui tiga lubang langit-langit ventrikel keempat kemudan bersirkulasi melalui ruang subaraknoid. Setelah mencapai ruang subaraknoid,maka cairan serebrospinal akan bersirkulasi sekitar otak dan medulla spinalis,lalu keluar menuju sistem vaskular. Sebagian besar cairan serebrospinal direabsorpsi ke dalam darah melalui struktur khusus yang dinamakan villi araknoidalis kedalam sinus vena pada dura mater dan kembali ke aliran darah tempat asal produksi cairan tersebut
• Fungsi
Cairan serebrospinal berfungsi sebagai bantalan untuk jaringan lunak otak dan medulla spinalis,juga sebagai media pertukaran nutrien dan zat buangan antara darah dan otak serta medulla spinalis. Secara klinis cairan serebrospinal dapat diambil untuk pemeriksaan melalui prosudur pungsi lumbal , yaitu jarum berongga diinsersi ke dalam ruang subaraknoid di antara lengkung saraf vertebra lumbal ke tiga dan ke empat.


SEREBRUM
Serebrum merupakan otak yang paling besar dan paling menonjol. Disini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur semua kegiatan sensorik dan motorik,juga mengatur proses penalaran, ingatan dan intelegensia. Serebrum dibagi menjadi hemisfer kenan dan hemisfer kiri oleh suatu lekuk atau celah yang disebut Fisura longitudinalis mayor. Bagian luar hemisfer terdiri dari subtabsia grisea ( abu-abu ) yang disebut sebagai kortek serebri, dan merupakan bagian dalam dari medulla spinalis. Bagian dalam dari subtasia grisia disebut subtansia alba ( putih) merupakan inti dari hemisfer, dan bagian luar dari medula spinalis. Kedua hemisfer ini dihubungkan oleh suatu pita disebut korpus kolosom. Pusat aktivitas sensorik dan motorik pada masing-masing hemisfer dirangkap dua,dan sebagian besar berkaitan dengan bagian tubuh yang berlawanan. Hemisfer serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer kiri mengatur bagian tubug sebelah kanan. Konsep fungsional ini disebut pengendalian kontralateral.

Kortek serebri
Kortek serebri atau subtansia grisea dari serebrum mempunyai banyak lipatan yang disebut giri (girus,tunggal ). Susunan seperti ini memungkinkan permukaan otak menjadi luas yang terkandung dalam tengkorak yang sempit. Celah-celah atau lekukan yang disebut sulki ( sulkus ) terbentuk dari lipatan-lipatan tersebut dan membagi setiap hemisfer menjadi daerah-daerah tertentu yang dikenal sebagai lobus prontalis, parietalis, temporalis dan oksipitalis. Lobus frontalis dengan lobus parietalis dipisahkan dengan sulkus sentralis,sulkus lateralis memisakan lobus temporalis dibawah dari lobus frontalis dan lobus paretalis diatas. Sulkus pareto-oksipitalis memisahkan lobus oksipitalis dengan lobus parietalis.

Area fungsional kortek serebri
Kortek serebri mempunyai area primer (motorik dan sensorik ) dan area asosiasi untuk mencapai fungsi. Area primer adalah daerah di mana terjadi persepsi atau gerakan. Area asossiasi perlu untuk integrasi dan tingkah laku dan intelektual lebih tinggi
1. Kortek frontalis
a. Merupakan area motorik primer terdapat dalam girus presentralis, disini neuron mengendalikan kontrasi volunter otot rangka
b. Kortek premotorik ( anterior girus presentralis ), bertanggung jawab akan gerakan terlatih misalnya menulis, mengetik dan mengemudi.
c. Area Broca, terletak disisi anterior area premotorik pada tepi bawahnya. Area ini memungkinkan hanya terdapat pada satu hemisfer saja ( biasanya sebelah kiri ) bertanggung jawab akan kemampuan wicara.
2. kortek prefrontalis ( area asosiasi )
Merupakan area-area yang berkaitan dengan kepribadian. Fungsi utamanya melakukan kegiatan intelektual kompleks, beberpa fungsi ingatan, rasa tanggung jawab untuk melakukan tindakan dan sikap yang dapat diterima oleh masyarakat,ide-ide pikiran yang kreatif,penilaian dan pandangan kemasa depan.
3. Kortek parietalis
a. Girus postsentralis ( area sensorik primer ), neuron menerima informasi sensorik umum yang berkaitan dengan nyeri, suhu, sentuhan dan proprioseptik
b. Inferior girus postsentralis ( area pengecapan ), berkaitan dalam persepsi rasa.
c. Lobus parietalis ( area asosiasi somatik ) berkaitan dengan interprestasi bentuk dan tekstur suatu objek dan keterkaitan bagian-bagian tubuh secara posisional misalnya mengidentifikasi mata uang dalam tangan tanpa melihat,berat,bentuk dan suhu berkaitan dengan pengalaman sensorik dimasa lalu.
4. Lobus temporalis
a. Area sensorik auditori, menerima inpuls saraf yang berkaitan dengan pendengaran
b. Area asosiasi auditori, berperan untuk menginterpretasi pengalaman auditori artinya penting untuk memahami bahasa ucap dan kata-kata (
area Wernicke ) terletak pada lobus temporalis superior.
c. Area asosiasi visual,informasi pengliatan menjadi berarti
5. Lobus oksipitalis
Area sensorik visual, menerima informasi dari retina mata dan menyadari sensasi warna.

DIENSEFALON
Diensefalon adalah istilah yang digunakan antara otak terletak diantara serebrum dan otak tengah serta bersembunyi dibalik hemisfer serebral,kecuali pada sisi basal. Bagian terdiri dari seluruh struktur yang berada di sekitar ventrikel ketiga. Diensefalon terdiri dari yaitu:
1. Talamus
a. Terdiri dari dua massa oval yang besar,masing-masing menonjol keluar untuk membentuk sisi dinding ventrikel ketiga. Mempunyai kompleks nukleus yang saling berhubungan dengan kortek serebri ipsilateral,serebelum dan dengan berbagai komples nukler subkortikal seperti yang ada dalam hipotalamus, formasio retikularis batang otak, ganglia basalis.
b. Talamus merupakan stasiun relai yang penting dalam otak dan juga merupakan pengintegrasi subkortikal yang penting. Semua jaras sensorik utama ( kecuali olfaktorius ) membentuk sinap dengan nukleus talamus dalam perjalanannya menuju kortek serebri, beberapa jaras eferen motoirik yang keluar dari serebrum juga bersinap dengan neuron talamus.
2. Hipotalamus
Terletak disisi bawah talamus dan membentuk dasar serta bagian bawah sisi dinding ventrikel ketiga.
a. Struktur

i. Bagian anterior menyelubungi kiasma optik ( merupakan persilangan pada saraf optik )
ii. Bagian tengah hipotalamus terdiri dari infundibulum ( batang ) kelenjar hipofise posterior tempat melekatnya kelenjar hipofise.
b. Fungsi
i. Berperan penting dalam pengendalian aktivitas sistem saraf otonom yang melakukan fungsi penting untuk kehidupan, seperti pengaturan frekuensi jantung,tekanan darah,suhu tubuh, keseimbangan air,selera makan,saluran pencernaan dan aktivitas seksual.
ii. Sebagai pusat otak untuk emosi seperti kesenangan, nyeri, kegembiraan dan kemarahan.
iii. Memproduksi hormon yang mengatur pelepasan atau inhibisi hormon kelenjar hipofise, sehingga mempengaruhi seluruh sistem endokrin
3. Epitalamus
Membentuk langit-langit tipis ventrikel ketiga. Suatu massa berukuran kecil disebut badan pineal yang mungkin memiliki fungsi endokrin, menjulur dari ujung posterior epitalamus.

Sistem limbik
Istilah sistem limbik bearti batas atau tepi. Jadi sistem limbik menyatakn suatu struktur cicin kortikal dan subkortikal pembatas yang mengelilingi korpus kalosum (struktur serebrum dan diensefalon ) yang terlibat dalam aktivitas emosional dan terutama aktivitas perilaku tidak sadar. Struktur kortikal utama adalah girus singgulli dan girus hipokampus dan hipokampus. Bagian subkortikal mencakup amigdala, traktus dan bulbus olfatorius.

BATANG OTAK

Kearah bawah batang otak berlanjut sebagai medulla spinalis dan katas berhubungan dengan pusat-pusat otak yang lebih tinggi. Bagian-bagian batang otak dari bawah keatas adalah medulla oblongata, pons dan mensensefalon ( otak tengah ). Dibatang otak berjalan jaras-jaras naik-turun. Batang otak merupakan pusat rilai dan reflek dari SSP.

Medulla oblongata
Merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Medulla oblongata mangandung empat nukleus saraf kranial yaitu IX, X, XI dan XII.
Pons
Artinya jembatan, yang menghubungkan kedua hemisfer serebelum , serta menghubungkan mensensefalon di sebelah atas dengan medulla oblongata dibawah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikoserebral yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Bagian bawah pon berperan dalam pengaturan pernafasan. Pons mengandung saraf kranial V, VI, dan VII.

Mensensefalon ( otak tengah )
Merupakan bagian pendek dari batang otak yang letaknya diatas pons, berperan sebagai reflek pengliatan dan koordinasi gerak pengliatan, refleks pendengaran. Mengandung saraf kranial III, IV dan V ( sebagian ).

SEREBELUM ( otak kecil
Terletak di sisi inferior pon dan merupakan bagian terbesar kedua dari otak.
a. Struktur
Serebelum terdiri dari bagian sentral ( tengah ) vermis dan dua hemisfer lateral. Serebelum dihubungkan dengan batang otak oleh tiga berkas serabut yang dinamakan pendunkulus. Pendukulus serebeli superior berhubungan dengan mensensefalon, pendunkulus serebeli media menghubungkan kedua hemisfer otak, pendukulus serebeli inferior menghubungkan dengan medulla oblongata.
b. Fungsi
Fungsi utamanya adalah sebagai pusat reflek yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta merubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap.

SARAF

Medulla Spinalis

Medulla spinalis
medulla spinalis adalah Korda jaringan saraf yang terbungkus dalam kolumna vertebra yang memanjang dari medulla batang otak sampai ke area vertebralumbal pertama
medulla spinalis mempunyai fungsi yaitu
1. Medulla spinalis mengendalikan berbagai aktivitas reflek dalam tubuh
2. Mentransmisikan impuls saraf ke dan dari otak melalui jaras ( traktus ) asenden dan desenden

Medulla spinalis memiliki struktur yaitu
1. Medulla spinalis berbentuk silinder berongga dan agak pipih. Walaupun diameter ini bervariasi , diameter ini biasanya berukuran sebesar jari kelingking
2. Dua pembesaran pada lumbal dan servikal, tempat keluarnya saraf spinal besar yang menyarafi lengan dan tungkai
3. Tiga puluh satu pasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramina interventebralis ( lubang pada tulang vertebral )
4. Saraf spinal melekat pada permukaan lateral medulla spinalis dengan perantaraan dua radik, radik posterior atau dorsal ( sensorik ) dan radik anterior atau ventral (motorik )
5. Dibungkus oleh seleput yaitu dura mater ( selaput luar ), Araknoid ( selaput jaringan ) dan pia mater ( Selaput dalam )

Medulla spinalis memiliki struktur interna yaitu
1. Bagian dalam medula spinalis terdiri dari sebuah inti subtansia grisea ( abu-abu ) dan diselubungi oleh subtansia alba ( putih ). Subtansia alba berfungsi sebagai jaras konduksi impuls aferen dan eferen antara berbagai tingkat medulla spinalis, subtansia grisea ( abu-abu ) merupakan tempat integrasi refleks-refleks spinal.
2. Kanal sentral berukuran kecil dikelilingi oleh subtansia grisea yang menyerupai huruf H kapital.
3. Kedua kaki huruf H yang menjulur kebagian depan tubuh disebut kornu anterior atau kornu ventralis, sedangkan kedua kaki belakang dinamakan kornu posterior atau kornu dorsalis
a. Kornu ventralis terutama terdiri dari badan sel dan dendrit, bagian ini mengandung neuron motorik yang aksonnya mengirim impuls melalui saraf spinal ke efektor ( otot ). Sel kornu ventralis atau lower motor neuron biasanya dinamakan jaras akhir bersama karena setiap gerakan, baik yang berasal dari kortek serebral, ganglia basalis atau yang timbul secara refleks dari reseptor sensorik, harus di terjemahkan menjadi suatu kegiatan atau tindakan melalui struktur tersebut
b. Kornu dorsalis mengandung badan sel dan dendrit yang menerima sinyal melalui saraf spinal dari neuron sensorik, yang akan menuju ke SSP sesudah bersinap dengan serabut sensorik dari saraf-saraf sensorik.
4. Pada daerah toraks dan lumbal antara kornu anterio dan posterior mengandung sistem saraf perifer. Bagian ini mengandung badan sel neuron otonom

TRAKTUS MEDULLA SPINALIS
Subtansia alba bertindak sebagai pengantar traktus-traktus yang panjang, baik yang berjalan naik atau turun. Melalui traktus-traktus ini impus aferen dari saraf spinal dapat mencapai otak dan impuls eferen yang berasal dari pusat motorik dalam otak dapat diteruskan ke sel-sel kornu ventralis medulla spinalis sehingga dapat memodifikasi gerakan.Subtansia alba dibagi menjadi tiga yaitu kolumna dorsalis,ventralis dan lateralis. Dalam setiap kolumna ini terdapat pita berbentuk serabut yang disebut dengan traktus. Traktus merupakan seikat serabut dengan asal, tujuan dan fungsi yang sama. Traktus dapat berjalan naik ( asenden ) turun (desenden )

Traktus asenden ( sensorik )
Membawa informasi dari tubuh ke otak, bagian penting traktus asenden ini (sensorik ) meliputi :
1. Fasikulus grasilis dan fasikulus kuneatus ( kolumna dorsalis )
Impuls dari sentuhan dan reseptor peraba masuk kemedulla spinalis melalui radik dorsalis ( neuron I ). Akson memasuki medula spinalis, berasenden untuk bersinap dengan nukluei grasilis dan kuneatus di medulla oblonggata bagian bawah (neuron II ). Akson menyilang ke sisi yang berlawanan dan bersinap dalam talamus lateral ( neuron III ), Terminasinya berada pada area somestatik kortek serebral. Fungsinya traktus ini menyampaikan informasi mengenai sentuhan, tekanan, vibrasi, posisi tubuh, dan gerakan sendi dari kulit, persendian dan tendon otot.
2. Traktus spinosereberal ventral
Impuls dari reseptor kinestetik ( kesadaran akan posisi tubuh ) pada otot dan tendon memasuki medulla spinalis melalui radiks dorsal ( neural I ) dan bersinap dalm kornu posterior ( neuron III ). Akson berasenden di sisi yang sama atau berlawanan dan berterminasi pada korteks serebelar. Fungsinya membawa informasi mengenai gerak dan posisis seluruh anggota gerak
3. Traktus spinoserebelar dorsal
Impuls dari traktus ini memiliki awal dan akhir yang sama dengan impuls dari traktus spinoserebelar ventrikel, walau demikian akson pada neuron II dalam kornu posterior,berasenden di sisi yang sama menuju kortek serebelar. Fungsinya membawa informasi mengenai propriosepsi bawah sadar ( kesadaran akan posis tubuh, keseimbangan dan arah gerakan ).
4. Traktus spinotalami ventral
Impuls dari reseptor taktil pada kulit masuk ke medulla spinalis melalui radik dorsal ( neuron I ) dan bersinap dalam kornu posterior di sisi yang sama ( neuron II ). Akson menyilang kesisi yang berlawanan dan berasenden untuk bersinap dalam talamus ( neuron III ). Akason berujung dalam area somestatik kortek serebrl. Fungsinya membawa informasi mengenai sentuhan, suhu dan nyeri.

Traktus desenden ( motorik )
Membawa impuls motorik dari otak ke medulla spinalis dan saraf spinal menuju tubuh. Fungsi traktus motorik meliputi :
1. Traktus piramidal
Merupakan bagian yang serabut-serabutnya menyatu dalam medula oblongata membentuk piramis
a. Traktus kortikospinal lateral
Neuron I berasal dari area motorik kortek serebral. Akson saraf berdesenden kemedulla, memanjang sampai ke kornu posteroir untuk bersinap langsung atau melalui interneuron dengan neuron bagian bawah ( neuron II ) dalam kornu anterior. Akson berterminasi pada lempeng ujung motorik otot rangka. Fungsinya menghantar impuls untuk koordinasi dan ketetapan gerak volunter
b. Traktus kortikospinal ventral
Neuron I berasal dari sel piramidal pada area motorik kortek serebral dan berdesenden sampai medulla spinalis. Di sini akson menyilang ke sisi yang berlawanan tempat sebelum bersinap, secara langsung maupun melalui interneuron dengan neuron II dalam kornu anterior. Fungsinya memiliki fungsi yang sama dengan traktus kortikospinal lateral.
2. Traktus ektrapiramidal
Serabut dalam sistem ini berasal dari pusat lain misalnya nuklei motorik dalam kortek serebral dan area subkortikal kortek di otak.
a. Traktus retokulospinal
Berasal dari formasi retikularis ( neuron I ) dan berujung (neuron II) pada sisi yang sama di neuron motorik bagian bawah dalam kornu anterior medulla spinalis. Impuls memberikan semacam pengaruh fasilitas pada ekstensor tungkai dan flesor lengan serta memberikan suatu pengaruh inhibisi yang berkaitan dengan postur dan tonus otot.
b. Traktus vestilospinal lateral
Berasal dari nukleus vestibular lateral dalam medula ( neuron I ) Dan berdesenden pada sisi yang sama untuk berujung ( neuron II ) dalam kornu anterior medulla spinalis. Impuls mempertahankan tonus otot dalam aktivitas refleks.
c. Traktus vestibulospinal medial
Berasal dari nukleus vestibular medial dalam medulla dan menyilang kesisi yang berlawanan untuk berakhir pada kornu anterior. Traktus ini tidak berdesenden ke bawah area serviks. Traktus ini berkaitan dengan pengendalian otot-otot kepala dan leher.
d. Traktus rubrospinal
Berasal dari nukleus merah otak tengah, Traktus olivospinal yang berasal dari olive inferior medula dan traktus tektospinal yang berasal dari bagian tektum otak tengah, juga termasuk jenis traktus ekstrapiramidal yang berhubungan dengan postur dan tonus otot.

Gerak refleks

Gerak reflek adalah suatu gerakan yang terjadi secara tiba-tiba diluar kesadaran kita. Gerak reflek merupakan bagian dari mekanisme pertahanan tubuh dan terjadi jauh lebih cepat dari gerakan sadar,misalnya menutup mata saat terkena debu. Untuk terjadi gerak reflek dibutuhkan struktur sebagai berikut : Serabut saraf sensorik yang menghantarkan implus dari reseptor sensorik menuju sel-sel ganglion radiks posterior dan selanjutnya serabut sel-sel akan meneruskan implus-implus menuju subtansia pada kornu posterior medulla spinalis. Kemudian serabut tersebut bersinap di subtansia grisea, untuk meneruskan implus saraf ke kornu anterior. Sel saraf motorik menerima implus dan menghantar implus-implus ini melalui serabut motorik. Organ motorik melaksanakan gerakan karena rangsangan oleh implus saraf motorik
Sistem Saraf Perifer
Sistem ini terdiri dari jaringan saraf yang berada dibagian luar otak dan medulla spinalis. Sistem ini juga mencakup saraf kranial yang berasal dari otak, saraf spinal, yang berasal dari medulla spinalis dan ganglia serta reseptor sensorik yang berhubungan.
1. Saraf kranial
Dua belas pasang saraf kranial yang tersusun dari angka romawi,muncul dari berbagai batang otak. Saraf kranial tersusun dari serabut saraf sensorik dan motorik, saraf kranial meliputi :
a. Saraf olfaktori ( I )
Adalah saraf sensorik, fungsi untuk penciuman
b. Saraf optik ( II )
Adalah saraf sensorik, fungsinya sebagai pengliatan
c. Saraf okulomotorius ( III )
Adalah saraf motorik, fungsi Mengangkat kelopak mata atas,kontriksi pupil dan sebagian besar gerakan ektraokuler
d. Saraf troklearis ( IV)
Adalah saraf motorik,fungsinya gerakan mata kebawah dan ke dalam
e. Saraf abdusen ( VI )
Adalah saraf motorik,fungsinya deviasi mata kelateral
f. Saraf trigeminus ( V )
Adalah saraf motorik, fungsinys untuk mengunyah dan gerak rahang kelateral
g. Saraf fasialis ( VII )
Adalah saraf motorik, fungsinya untuk ekspresi wajah
h. Saraf vestibulokoklearis ( VII )
Adalah saraf sensorik,fungsinya untuk keseimbangan
i. Saraf glosofaringeus ( I X )
Adalah saraf motorik dan sensorik, fungsinya pada faring untuk menelan dan reflek muntah dan fungsinya pada parotis untuk sekresi salaiva. Pada lidah posterior memberikan rasa pahit
j. Saraf vagus ( X )
Adalah saraf motorik dan sensorik, fungsinya pada faring,laring untuk menelan,reflek muntah,visera abdomen, sensorik faring, laring,reflek muntah,visera leher,torak dan abdomen
k. Saraf asesorius ( XI )
Adalah saraf motorik, fungsinya untuk menggerakan bahu
l. Saraf hipoglosus ( XII )
Adalah saraf motorik, fungsinya menggerakan lidah

2. Saraf spinal
Tiga puluh satu pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radik dorsalis ( posterior ) dan ventral (anterior). Pada bagian distal radiks dorsl ganglion, dua radiks bergabung membentuk satu saraf spinal. Semua saraf tersebut adalah saraf gabungan ( motorik dan sensorik ), membawa informasi kekorda melalui neuron aferen dan meninggalkan korda melalui sarar aferen. Saraf spinal diberi nama dan angka sesuai dengan regia kolumna vertebralis tempat munculnya saraf tersebut
a. Saraf servikal, delapan pasang ( C1 sampai C8 )
b. Saraf torak,12 pasang ( T1 sampai T2 )
c. Saraf lumbal, 5 pasang ( L1 sampai L5 )
d. Saraf sakral, 5 pasang ( S1 sampai S5 )
e. Saraf koksiks, 1 pasang
Pada semua saraf spinal kecuali bagian torakal, saraf-saraf spinal bagian ventral ini saling terjalin sehingga membentuk jalinan saraf yang disebut pleksus, dengan demikian terbentuk Pleksus :
i. Pleksus servikal, terbentuk dari empat saraf servikal C1 samapai C4, yang menyarafi leher,kulit kepala,otot leher serta dada. Saraf terpenting adalah saraf frenik yang menyarafi diaframa.
ii. Pleksus brakial terbentuk dari C5 sampai T1 atau T2, saraf ini menyarafi ekstrimitas atas
iii. Saraf torakal T3 sampai T11, saraf ini tidak membentuk pleksus tetapi keluar dari ruang interkostalis. Saraf-saraf ini menyarafi otot-otot abdomen bagian atas, kulit dada dan abdomen
iv. Pleksus lumbal berasal dari segmen T12 sampai L4, saraf ini menyarafi otot dinding abdomen,paha dan genitalia eksterna. Saraf terbesar adalah saraf femoral, yang menyarafi otot paha anterior, regia panggul dan tungkai bawah.
v. Pleksus sakral terbentuk dari L4 sampai S4, saraf ini menyarafi anggota gerak bawah, bokong, dan regia perineal.
vi. Pleksus koksigealis terbentuk dari S4 samapi koksigealis, saraf ini menyarafi regia koksigeas.

Sabtu, 28 Agustus 2010

alat-fisioterapi.com

alat-fisioterapi.com

Penatalaksanaan Osteoartritis  

Posted by jeffry


Osteoartritis yang termasuk kelompok pe-nyakit reumatik degeneratif ini merupakan penya-kit reumatik yang paling sering dijumpai, tidak mengenal perbedaan ras atau etnik serta lebih banyak menyerang wanita serta mereka dengan usia paruh baya atau usia lanjut. Rasio gender laki-laki terhadap wanita sebelum usia 45 tahun adalah sama, namun dengan meningkatnya usia dan terjadinya defisiensi hormonal pada wanita, maka penyakit ini lebih banyak dijumpai pada wanita. Prevalensi yang lebih tinggi pada genedr wanita ini berlaku baik untuk OA lokalisata atau OA generalisata.
Prevalensi kejadian OA pada mereka di ba-wah usia 45 tahun kurang dari 5%, namun akan meningkat tajam (terutama gambaran radiologik OA) setelah dekade ke-enam yang dapat men-capai 70 persen. Gambaran radiologik ini dapat dinilai melalui metoda grading atau indeks yang berbeda-beda baik untuk lutut atau tangan dan sendi lainnya. Mengingat tingginya prosentase kejadian OA radiologik, maka diperlukan satu pembakuan pembacaan radiologik terutama bila dilakukan suatu studi longitudinal jangka pan-jang. Sayangnya gambaran radiologik ini tidak berkesesuaian dengan manifestasi klinik, kecuali gambaran osteofit dan nyeri lutut pada pasien dengan OA lutut.
Di dalam masyarakat, angka kejadian OA bervariasi antara satu negara dengan negara lainnya, demikian juga antara daerah di dalam satu negara. Angka ini di Amerika berkisar 12.0%. Di Indonesia terdapat dua penelitian berbasis masyarakat yang dilakukan tahun 1992 di Bandungan (Darmawan J) dan 1994 di Malang (Kalim H). Osteoartritis di Malang dijumpai sekitar 10.0% (daerah perkotaan), dan 13.5% di pedesaan. Namun survey masyarakat di Bandungan untuk daerah pedesaan ternyata jauh lebih rendah yaitu sekitar 5.4%. Memang untuk beberapa daerah (Indonesia atau negara lain) terdapat prevalensi yang lebih rendah, se-perti pada popluasi Goergia atau Victoria di Inggris.

Batasan Osteoartritis
Osteoartritis merupakan penyakit reumatik yang basis utamanya adalah kerusakan rawan sendi dimana hasil akhir dari proses tersebut be-rupa kegagalan sendi sebagai satu sistim organ. Karakteristik OA ditandai oleh adanya kehilangan rawan sendi fokal disertai dengan proses per-baikan (remodelling) atau respon tulang berupa pembentukkan osteofit / spur.

Patogenesis Osteoartritis
Konsep lama menyebutkan adanya proses pakai dan aus (wear and tear), sehingga terlihat pengikisan atau penipisan rawan sendi. Ternyata hal tersebut tidak dapat diterapkan sepenuhnya, karena beberapa hal yang menjadi hambatan diantaranya adalah terdapatnya proses OA pada persendian yang tidak banyak mengalami proses pembebanan biomekanik, tidak dapatc menjelas-kan proses kronisitas OA. Banyak penelitian yang mencoba mengungkapkan ketidakcocokkan teori lama tersebut, yaitu dijumpainya perbedaan antara rawan sendi pada penyakit OA dan proses penuaan (aging process), serta OA dapat diinduksi pada percobaan hewan yang distimu-lasi menggunakan zat kimia atau trauma buatan.
Sentral dari proses OA tersebut sebenarnya terdapat pada khondrosit yang merupakan satu-satunya sel hidup yang ada di dalam rawan sendi. Gangguan pada fungsi khondrosit itulah yang akan memicu proses patogenik OA.
Khondrosit akan mensintesis berbagai kom-ponen yang diperlukan dalam pembentukan ra-wan sendi, seperti proteoglikan, kolagen dan se-bagainya. Disamping itu ia akan memelihara keberadaan komponen dalam matriks arawan sendi melalui mekanisme turn over yang begitu dinamis. Dengan kata lain terdapat satu keseimbangan antara proses sintesis dan degradasi rawan sendi. Gangguan keseimbang-an ini yang pada umumnya berupa peningkatan proses degradasi, akan menandai penipisan rawan sendi dan selanjutnya kerusakan rawan sendi yang berfungsi sebagai bantalan redan kejut. Apakah sintesis matriks rawan sendi ini tidak terjadi ? Tidak, sintesis matriks rawan sendi tetap ada terutama pada awal proses patologik OA, namun kualitas matriks rawan sendi yang terbentuk tidak baik. Pada proses akhir kerusak-an rawan sendi, memang sintesis yang buruk tadi tidak mampu lagi mengatasi proses destruksi sendi yang cepat. Hal ini terlihat dari merosotnya produksi proteoglikan yang menandai menurun-nya fungsi khondrosit.
Khondrosit yang merupakan aktor tunggal pada proses ini akan dipengaruhi oleh faktor anabolik dan katabolik dalam mempertahankan keseimbangan sintesis dan degradasi. Faktor katabolik utama diperankan oleh sitokin Inter-leukin-1 (IL-1) dan tumour necrosis factor  (TNF) yang dikeluarkan oleh sel lain di dalam sendi. Sedangkan faktor anabolik diperankan oleh transforming growth factor (TGF) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1).
Perubahan patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami fibro-sis serta distorsi. Sinovium mengalami keradang-an dan akan memicu terjadinya efusi serta pro-ses keradangan kronik sendi yang terkena. Per-mukaan rawan sendi akan retak dan terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak jawaban tulang subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran seolah persendian yang terkena itu bengkak.

Kajian Pasien dengan Osteoartritis
Pada pasien dengan OA, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum suatu pengobatan ditetapkan. Seringkali pengobatan terpaku pada penggunaan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) belaka. Padahal banyak pasien OA yang tidak mutlak memerlukan OAINS tersebut. Oleh sebab itu diperlukan kajian yang seksama terhadap pasien dengan OA.

Sumber nyeri
Pada dasarnya nyeri yang terjadi pada OA tidak selalu berkaitan dengan kerusakan rawan sendi itu secara langsung. Sumber nyeri dapat muncul dari tendon (tendinitis, entesitis), bursa sekitar sendi misalnya bursa supra patelaris pada sendi lutut, otot atau tulang subkhondral.
Apabila berkaitan dengan faktor biomekanik maka perhatikanlah pola pemakaian sendi oleh pasien OA yang bersangkutan. Kekakuan sendi dan nyeri yang diperberat oleh istirahat lebih mencerminkan suatu proses keradangan (OA inflamatif). Proses peningkatan tekanan intra-oseus akan memberikan rasa nyeri pada malam hari, sedangkan apabila pasien merasakan nyeri yang tiba-tiba menghebat, maka perlu dipikirkan akan terjadinya proses septik, nekrosis avaskuler atau sinovitis yang dipicu oleh deposisi kristal seperti kristal monosodium urat (MSU).

Identifikasi faktor risiko
Terdapat peran yang kuat dari beberapa faktor risiko untuk terjadinya OA, diantaranya adalah berat badan berlebih atau obesitas. Ke-naikan berat badan 5 kg akan meningkatkan risi-ko terjadinya OA 35% lebih besar, hal sebaliknya apabila berat badan diturunkan sebesar 2 IMT (indeks massa tubuh), maka risiko ini juga menurun sekitar 50%. Obesitas sebagai faktor risiko dipengaruhi oleh lamanya obesitas itu sendiri serta berapa lama seseorang tidak dalam keadaan obesitas lagi sebelum manifestasi OA muncul. Demikian pula faktor-faktor lainnya seperti kegiatan fisik yang banyak melibatkan sendi yang terkena, merokok, trauma terutama trauma mayor beberapa tahun sebelumnya serta trauma minor berulang jangka panjang.

Pemeriksaan fisik
Tetapkan apakah rasa nyeri berasal dari persendian (artikular) atau sekitar sendi (peri-artikular). Bila periartikular telusuri lebih rinci dari komponen mana di luar sendi yang betul-betul bertanggung jawab akan rasa nyeri tersebut. Pada nyeri artikular misalnya pada sendi lutut, tetapkan kompartemen mana yang lebih terkena. Apakah kompartemen medial, lateral atau patelo-femoral. Selanjutnya identifikasi ada tidaknya deformitas, kelemahan otot, keradangan lokal atau efusi. Perhatikan sendi lain yang tidak ter-kena apakah didapatkan pula proses OA. Apa-bila terdapat pada beberapa kelompok persen-dian maka lebih mengarah pada OA genera-lisata.

Petanda biologik
Dapat dilakukan pemeriksaan terhadap pro-ses sintesis maupun degradasi dari rawan sendi, walaupun tidak memberikan gambaran yang utuh akan proses keseimbangan di atas. Osteocalcin dapat dianggap sebagai petanda sintesis, se-dangkan deoxypyridynoline dapat dikatakan se-bagai petanda degradasi. Beratnya inflamasi sinovium dapat ditandai melalui pemeriksaan ter-hadap aktifitas enzim hyaluronidase (HAase).

Penatalaksanaan Osteoartritis
Dari sekian banyak modalitas yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan OA, terdapat satu hal penting yang perlu mendapat perhatian yaitu tidak menyandarkan pengobatan dengan pemberian OAINS saja, apalagi diberikan dalam jangka panjang. Namun diperlukan satu kombi-nasi pengobatan farmakologik-medikamentosa dan non-farmakologik berupa rehabilitasi medik. Program penatalaksanaan OA dimulai pada upa-ya pencegahan, dan dilanjutkan sampai tahap rehabiltasi medik.

Pencegahan
Pada fase ini diperlukan identifikasi akan berbagai faktor risiko yang diketahui berperan dalam proses kejadian OA dan menetapkan faktor mana yang dapat diintervensi dan mana yang tidak dapat dilakukan tindakan apapun, seperti faktor usia dan gender. Semua faktor yang dapat diintervensi harus mendapat pe-nanganan yang memadai, misalnya program pengurangan berat badan yang seringkali men-jadi suatu momok yang sulit untuk diatasi oleh sebagian besar pasien dengan OA. Pasien dengan obesitas dan merasakan nyeri pada tungkainya sehingga mengakibatkan gangguan dalam mobilisasi, tentunya akan enggan me-lakukan latihan atau olah raga. Kedaan ini akan meningkatkan masalah yang telah ada, yaitu penambahan berat badan, memicu osteoporosis dan menjadikan faktor ini sebagai sirculus vitiosus. Faktor lain yang juga memungkinkan untuk diintervensi adalah segala kegiatan yang mengakibatkan trauma berulang. Hal ini dapat dijumpai pada kegiatan keseharian. Membuat suatu alat bantu yang tercakup sebagai upaya proteksi sendi dan juga konservasi energi, perlu dilakukan agar tidak menimbulkan kelainan atau tidak memperberat kondisi OA yang sudah diderita.

Perubahan gaya hidup
Terdapat beberapa kondisi yang merupakan bagian dari gaya hidup sehat untuk memelihara sendi dari faktor buruk, yaitu mempertahankan berat tubuh ideal, membiasakan diri untuk latihan atau olah raga yang teratur dan selalu usahakan pendekatan positif dalam menyelesaikan masa-lah. Secara khusus dapat dilakukan penguatan otot yang menunjang kestabilan sendi dan memberikan perhatian khusus bagi munculnya masalah spesifik yaitu dalam hal melakukan pekerjaan sehari-hari, melakukan pekerjaan profesi dan hal-hal lain seperti berbelanja dan sebagainya.

Terapi farmakologik
Terdapat berbagai jenis golongan obat yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah OA terutama menyangkut rasa nyeri, yaitu:
• Analgetikum sederhana
• Preparat topikal seperti OAINS, rubefacients atau capcaisin
• OAINS
• Injeksi steroid intra artikular
• Injeksi hialuronan intra artikular dan
• Disease modifying osteoarthritis drugs (DMOAD)

Pengobatan simptomatik biasanya dimulai dengan obat yang bekerja cepat serta diberikan jangka pendek, misalnya OAINS, analgetikum opioid atau antispasmodik. Untuk jangka panjang dapat diberikan berbagai obat seperti depo kortikosteroid intra artikular, hialuronan intra artikular, obat golongan nutraceutical seperti glukosamin sulfat, khondroitin sulfat; serta beberapa obat yang masih dalam penelitian se-perti manfaat orgotein intra artikular, diacerhein dan sebagaianya.
Menjadi suatu harapan yang besar apabila dapat diperoleh DMOADs untuk mengatasi pro-gresifitas kerusakan rawan sendi pada OA, namun hingga kini belum ada satupun yang memberikan hasil seperti diharapkan. Golongan obat yang pernah dicobakan adalah antibiotika tetrasiklin, glycosaminoglycan polysulphuric acid, glycosaminoglycan peptide complexes, pentosan polysulfate, terapi gentik, transplantasi stem cells, osteochondral graft dan growth factors dan sitokin.
Saat ini terdapat satu jenis obat yang ditujukan terhadap faktor katabolik rawan sendi yaitu anti tumour necrosis factor  (TNF) yang disebut etanercept. Obat ini bekerja pada fase G0 dari pembelahan sel dalam rangkaian interfase. Apakah obat ini mampu menjadi satu DMOADs yang dapat diandalkan nampaknya masih memerlukan beberapa tahun kedepan utnuk membuktikan hal itu.
Bagaimana dengan pemberian hormon pengganti (Hormone replacement therapy)? Ter-nyata belum banyak memberikan manfaat kecuali pada OA lutut. Namun demikian respon terhadap terapi hormonal ini akan memperkuat kaitan antara defisiensi hormon pada wanita pasca menopause dengan etiopatogenesis OA.
Simpulan
Osteoartritis ditandai oleh kerusakan rawan sendi dan proses jawaban tulang dengan terbentuknya osteofit serta hasil akhir kegagalan sendi sebagai suatu sistim organ.
Osteoartritis bukan hanya sekedar proses wear and tear belaka, namun ternyata terdapat banyak faktor yang terlibat dan menunjang hipotesis patogenik OA.
Diperlukan identifikasi dan intervensi terhadap faktor risiko yang dapat diubah yang ditujukan dalam upaya preventif atau per-lambatan proses patologik OA.
Penatalaksanaan OA tidak bersandar pada pemberian OAINS semata namun gabungan de-ngan modalitas non farmakologik menjadi satu paket yang bermanfaat.
Belum ditemukan satu DMOADs yang mam-pu menahan laju kerusakan rawan sendi atau bahkan menghentikan proses patologiknya.

Daftar Pustaka

1. Felson DT. Epidemiology of osteoarthritis. In: Brandt KD, Doherty M, Lohmander LS, eds. Osteoarthritis. Oxford: Oxford University Press. 1998: 13-22
2. K P Günther,a T Stürmer,b S Sauerland,a I Zeissig,a Y Sun,b S Kessler,a H P Scharf,a H Brenner,b W Puhla. Prevalence of generalised osteoarthritis in patients with advanced hip and knee osteoarthritis: The Ulm Osteoarthritis Study. Ann Rheum Dis 1998;57:717-723 (December)
3. S Kesslera, P Dieppeb, J Fuchsa, T Stürmerc, K P Günthera. Assessing the prevalence of hand osteoarthritis in epidemiological studies. The reliability of a radiological hand scale. Ann Rheum Dis 2000;59:289-292 (April)
4. Guy-Robert Auleleya, Bruno Giraudeaub, Maxime Dougadosa, Philippe Ravauda. Radiographic assessment of hip osteoarthritis progression: impact of reading procedures for longitudinal studies. Ann Rheum Dis 2000;59:422-427 (June)
5. Thorvaldur Ingvarsson, Gunnar Hägglund, L Stefan Lohmanderb. Prevalence of hip osteoarthritis in Iceland. Ann Rheum Dis 1999;58:201-207 ( April )
6. Hiroshige Nagaya,a Tatsuya Ymagata,b Sadako Ymagata,b Kazuto Iyoda,c Haruo Ito,c Yukiharu Hasegawa,a
7. Hisashi Iwataa. Examination of synovial fluid and serum hyaluronidase activity as a joint marker in rheumatoid arthritis and osteoarthritis patients (by zymography) Ann Rheum Dis 1999;58:186-188 ( March )
8. Sheila C O'Reilly, Ken R Muir, Michael Doherty. Effectiveness of home exercise on pain and disability from osteoarthritis of the knee: a randomised controlled trial. Ann Rheum Dis 1999;58:15-19 ( January )
9. Peter Lanyon, Sheila O'Reilly, Adrian Jones, Michael Doherty. Radiographic assessment of symptomatic knee osteoarthritis in the community: definitions and normal joint space. Ann Rheum Dis 1998;57:595-601 ( October )
10. Sheila C O'Reilly, Adrian Jones, Ken R Muir, Michael Doherty. Quadriceps weakness in knee osteoarthritis: the effect on pain and disability. Ann Rheum Dis 1998;57:588-594 ( October )
11. T D Spector, D Nandra, D J Hart, D V Doyleb. Is hormone replacement therapy protective for hand and knee osteoarthritis in women?: The Chingford study. Ann Rheum Dis 1997;56:432-434 ( July )
12. EB Henderson, EC Smith, F Pegley and DR Blake. Intra-articular injections of 750 kD hyaluronan in the treatment of osteoarthritis: a randomised single centre double-blind placebo- controlled trial of 91 patients demonstrating lack of efficacy. Ann Rheum Dis. 1994, 53: 529-534
13. Waldron HA. Prevalence and distribution of osteoarthritis in a population from Georgian and early Victorian London. Ann Rheum Dis, 1991, 50:301-307
14. Claessens AA, Schouten JS, van den Ouweland FA and Valkenburg HA. Do clinical findings associate with radiographic osteoarthritis of the knee? Ann Rheum Dis.1990,49: 771-774
15. Cushnaghan J, Cooper C, Dieppe P, Kirwan J, McAlindon T and McCrae F. Clinical assessment of osteoarthritis of the knee. Ann Rheum Dis. 1990,49: 768-770 .
16. Felson DT, Zhang Y, Hannan MT, Naimark A, Anderson JJ. Weight loss reduces the risk for symptomatic knee osteaorathritis in women. Ann Int Med. 1992;116:535-9

Nyeri Pinggang Bawah Akibat Osteoporosis

Posted by jeffry
TULANG MERUPAKAN BAGIAN TUBUH YANG DINAMIS
Walaupun tulang nampaknya tidak pernah berubah, namun ternyata tulang bukan bagian tubuh yang statis, tetapi merupakan bagian tubuh yang dinamis. Dalam kehidupan sehari-hari dinamika dari tulang tersebut dapat dilihat secara mikroskopik yang memperlihatkan adanya proses penyerapan (resorpsi) tulang yang hilang oleh karena mengalami penyerapan dan ada bagian yang baru terbentuk. Penyerapan tulang dilakukan oleh sel yang disebut osteoklast, sedangkan pembentukan tulang oleh sel yang disebut osteoblast. Proses ini ber-langsung dari awal kehidupan dan berlanjut terus seumur hidup.
Pada awal kehidupan maka pembentukan tulang terjadi lebih besar dari penyerapan, sehingga tulang terbentuk sampai kepadatan maksimal. Puncak kepadatan tulang ( Peak bone mass density) tercapai pada usia sekitar 20-25 tahun. Antara usia 25-35 tahun maka kepadatan tulang relatif konstan, karena ada keseimbangan antara proses penyerapan dan pembentukan tulang baru. Setelah usia tersebut, walaupun setiap hari terjadi pembentukan tulang baru, tetapi terjadi pengurangan kepadatan akibat proses penyerapan lebih besar dari proses pembentukan.

PUNCAK KEPADATAN TULANG
Puncak kepadatan tulang yang dicapai pada usia 20-25 tahun pada tiap orang berbeda-beda, jadi pada usia tersebut ada yang mempunyai kepadatan tulang yang keras (sangat padat), ada pula yang kurang padat. Untuk tercapainya puncak kepadatan tulang yang sempurna (cukup padat), maka dibutuhkan berbagai syarat, antara lain :
1. Konsumsi kalsium yang cukup, baik dari susu atau sayuran maupun dari suplemen.
Hal ini disebabkan karena 99% kalsium tubuh berada di tulang, sehingga bila konsumsi kalsium tulang kurang maka pembentukan tulang baru akan terhambat, sehingga puncak kepadatan tulang tidak tercapai dengan sempurna (tulang kurang padat)
2. Aktifitas fisik yang cukup dan teratur
Untuk pembentukan tulang baru diperlukan rangsangan terus menerus pada tulang, berupa benturan-benturan dalam tulang. Sejak dini seseorang harus tetap aktif bergerak, baik itu dalam bentuk olah-raga, latihan fisik maupun dalam kegiatan sehari-hari. Orang yang sejak balita kurang bergerak (sedentary), misalnya kurang berjalan, kurang gerak,hanya naik turun mobil, banyak duduk didepan TV dan sebagainya, maka puncak kepadatan tulangnya tidak sempurna, oleh karena itu sejak dini seseorang harus tetap bergerak untuk "menabung tulang" agar tulangnya cukup padat.
3. Cukup vitamin D dan sinar matahari
Sinar matahari penting untuk pembentukan vitamin D, yang diperlukan untuk pembentukan tulang baru. Di negara yang kurang sinar matahari diperlukan suplemen vitamin D yang cukup. Indonesia kaya akan sinar matahari, sehingga penduduknya cukup beruntung tidak kekurangan vitamin D.
4. Peranan hormon sex
Hormon sex wanita yaitu estrogen dan hormon sex pria yaitu testoteron sangat berperan untuk mencegah terjadinya penyerapan tulang.
Pada wanita yang tidak pernah haid atau mengalami menopause dini akibat berbagai penyakit maka puncak kepadatan tulang tidak mencapai sempurna, sehingga tulang yang terbentuk kurang padat dan dikemudian hari akan lebih cepat meng- alami keropos tulang (osteoporosis).
Puncak kepadatan tulang pada usia 20-25 tahun sangat penting, karena seperti disebutkan diatas, setelah usia 35 tahun akan terjadi pengurangan kepadatan tulang sebesar 1-2% /tahun, sebagai akibat penyerapan lebih besar dari pembentukan tulang.
Pada wanita usia pasca-menopause (50-60 tahun), terjadi penurunan kadar hormon estrogen dalam tubuh yang menyebabkan kerja osteoklast (sel yang berfungsi untuk menyerap tulang) berlebihan, sehingga proses penyerapan tulang akan lebih banyak dan berkurangnya kepadatan tulang akan lebih cepat.
Pada pria usia 50-60 tahun kadar testoteron relatif lebih stabil, sehingga proses penyerapan tulang berlangsung lambat.
Pada usia lanjut, baik pada pria maupun wanita akan terjadi penurunan pembentukan tulang yang berakibat pula makin berkurangnya kepadatan tulang.
Apabila puncak kepadatan tulang pada seseorang individu pada usia 20-25 tahun tidak mencapai sempurna (kurang padat) dan pada usia sesudahnya individu tersebut kurang aktif bergerak atau didapatkan faktor risiko tertentu, maka pada wanita pasca-menopause dapat terjadi pengurangan kepadatan tulang sampai tingkat osteoporosis ( keropos tulang).
Osteoporosis dapat pula terjadi pada usia lanjut, dimana pembentukan tulang baru sudahsangat menurun.
Osteoporosis ialah suatu keadaan dimana rangka tulang tubuh tidak dapat lagi menahan berat badan dan akan terjadi patah tulang akibat suatu trauma ringan, yang pada keadaan tulang normal trauma seringan itu tidak berakibat apa-apa.
Terjadinya patah tulang (fraktur) tersebut akibat kepadatan tulang yang sangat berkurang (keropos) sehingga telah melewati batas ambang patah tulang ( fracture threshold).
Bila diumpamakan maka hal tersebut dapat diibaratkan sebagai sepotong kayu yang bagian dalamnya telah keropos dimakan rayap, sedangkan bagian luarnya nampak masih utuh.
Kayu yang keropos ini bila dipukul ringan saja akan patah, sedangkan pada keadaan normal maka pukulan seringan itu akan tidak berakibat apa-apa.

OSTEOPOROSIS MENGAKIBATKAN NYERI PINGGANG BAWAH
Keluhan yang sering dirasakan oleh seorang penderita osteoporosis ialah nyeri pinggang bawah, mengapa hal tersebut terjadi akan diterangkan dibawah ini.
Pada dasarnya tulang manusia dapat dibagi dalam 2 jenis tergantung dari kepadatannya, yaitu :
1.Tulang trabekuler, yang mempunyai anyaman kurang rapat.
Jenis tulang ini ditemukan terutama pada seluruh tulang belakang (tulang leher, tulang dada , tulang pinggang dan tulang ekor) dan bagian leher dari tulang paha (collum femur). Bentuk anyaman yang kurang rapat ini ditujukan agar tulang tersebut cukup elastis untuk menerima beban. Bila tulang tersebut cukup elastis maka setiap benturan yang terjadi waktu bergerak atau bekerja dapat diredam sehingga individu tersebut tidak merasa nyeri
2.Tulang kortikal, yang mempunyai anyaman lebih rapat.
Jenis tulang ini ditemukan terutama pada semua tulang panjang dan berfungsi sebagai penahan rangka tubuh.
Pada seseorang yang puncak kepadatan tulangnya pada usia 20-25 tahun tidak tercapai sempurna, maka pada usia pasca menopause atau usia lanjut, jenis tulang yang terlebih dahulu mengalami osteoporosis ialah jenis tulang trabekuler. Hal ini menyebabkan yang bersangkutan akan mengeluh nyeri pinggang bawah karena tulang tersebut selain mengalami osteoporosis juga merupakan bagian yang paling sering menerima beban disaat kita duduk, berdiri atau bergerak.
Dengan memperhatikan uraian diatas maka osteoporosis dapat dibagi dalam 2 tipe, yaitu :
1. Tipe 1 atau osteoporosis pasca-menopause
2. Tipe 2 atau osteoporosis senile (usia lanjut)
yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

TABEL 1. PERBEDAAN ANTARA OSTEOPOROSIS TIPE 1 DENGAN 2
-------------------------------------------------------------
TIPE 1 (PASCA-MENOPAUSE) TIPE 2 (SENILE)
-------------------------------------------------------------
1.Umur 50 - 55 tahun > 65 tahun

2.Jenis kelamin Wanita > Pria Wanita=Pria

3.Tulang yang Trabekuler > Trabekuler =
mengalami osteo- Kortikal kortikal
porosis

4.Penyebab utama Kekurangan Proses menua
hormon estrogen
------------------------------------------------------------

GEJALA,TANDA DAN DIAGNOSIS OSTEOPOROSIS
Gejala dan tanda yang perlu dicurigai adanya osteoporosis ialah :
1. Nyeri pinggang bawah pada wanita pasca-menopause atau pada pria dan wanita usia lanjut.
2. Terjadinya patah tulang (fraktur) akibat suatu trauma ringan, yang pada keadaan normal trauma seringan itu tidak berakibat apa-apa. Tulang yang sering fraktur ialah tulang belakang bagian pinggang dan leher tulang paha.
3. Tinggi badan makin lama makin bertambah pendek, disertai tulang belakang makin lama makin bungkuk (Kifosis).
4. Nyeri pada tulang dan otot akibat perubahan postur tubuh.
5. Gigi-geligi keropos,goyah dan tanggal.

Diagnosis osteoporosis ditegakkan atas dasar gejala tersebut diatas ditambah dengan pemeriksaan radiologik. Pemeriksaan radiologik biasa (X-ray) dapat menunjukkan adanya gambaran osteoporosis, tetapi biasanya sudah terlambat, karena dengan X-ray maka osteoporosis baru terlihat setelah terjadi kehilangan kepadatan tulang lebih dari 40%. Alat yang lebih sensitif disebut densitometer tulang , yang dapat mendeteksi lebih dini, sayang sekali biaya pemeriksaan jauh lebih mahal. Padahal deteksi dini penting dalam rangka pencegahan dan pengobatan osteoporosis.

FAKTOR RISIKO TERJADINYA OSTEOPOROSIS
Tidak semua wanita pasca-menopause atau orang berusia lanjut akan mengalami patah tulang akibat osteoporosis.
Selain faktor terpenting ialah tercapainya kepadatan tulang maksimal yang sempurna pada usia 20-25 tahun, maka ada beberapa faktor risiko yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Faktor konstitusional :
a. Wanita bertubuh kecil dan kurus
b. Haid pertama (menarche) lambat
c. Menoupause dini
d. Riwayat keluarga dengan osteoporosis
e. Latar belakang etnik :
Etnik Kaukasia > Asia/Hispanik > Afrika

2. Faktor gaya hidup :
a. Peminum alkohol
b. Perokok berat
c. Asupan kalsium sangat rendah
d. Kurang gerak/kurang aktif
e. Diet tinggi garam ?
f. Bukan vegetarian
g. Diet menurunkan berat badan yang terlalu ketat

3. Akibat penyakit dan obat-obatan :
a. Kedua ovarium diangkat (ooforektomi)
b. Amenorrhoe berkepanjangan
(tidak haid berkepanjangan)
c. Hipogonadism pada pria
d. Lambung dan usus kecil diangkat (reseksi)
e. Hiperparatiroidisme
f. Penggunaan obat glukokortikoid berlebihan
g. Hipertiroidisme
h. Penyakit ginjal

OSTEOPOROSIS SEBAGAI MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT
Osteoporosis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara maju. Sebagai contoh di Inggris maka 1 dari 4 wanita berusia diatas 60 tahun menderita osteoporosis dan sebagian besar mengalami fraktur dari leher tulang paha.
Fraktur leher tulang paha merupakan penyakit yang serius, karena angka kematiannya dapat mencapai 20% . Lebih lanjut lagi 50% dari penderita akan mengalami ketergantungan pada orang lain. Contoh lain ialah di Australia dengan populasi sebesar 17 juta orang, maka 20.000 tempat tidur rumah sakit digunakan untuk penderita osteoporosis. Saat ini di Indonesia, osteoporosis masih belum menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat. Tetapi dengan makin bertambahnya usia harapan hidup bangsa Indonesia sebagai hasil dari pembangunan dan makin bertambahnya penduduk Indonesia yang berusia lanjut, diperkirakan osteoporosis akan menjadi pula salah satu masalah kesehatan masyarakat di masa mendatang.

PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN OSTEOPOROSIS

Pencegahan osteoporosis meliputi beberapa aspek dibawah ini, yaitu :
1. Kecukupan akan kalsium .
Kecukupan asupan kalsium harian yang dianjurkan pada pria dan wanita pramenopause ialah 800-1000 mg.
Untuk wanita pascamenopause dan masa menyusui (laktasi) diperlukan asupan yang lebih besar sekitar 1.000-1.200 mg.
Perlu diperhatikan bahwa puncak kepadatan tulang tercapai pada usia 20-25 tahun, sehingga diet tinggi kalsium sangat penting bagi remaja dan dewasa muda. Perlu diingat pula bahwa diet yang terlalu banyak protein dari daging/ikan dan banyak garam akan mengakibatkan banyak kalsium terbuang lewat urine.
Makanan yang merupakan sumber kalsium ialah olahan susu seperti susu,keju,yogurt, kemudian sayuran hijau,kacang, kedelai, ikan sardin,salmon,daging,ayam dan suplemen kalsium.
2. Aktifitas fisik sedang dan teratur, terutama latihan yang bersifat membawa beban (weight-bearing)
3. Terapi pengganti hormon (Hormon replacement therapy).
Terapi pengganti hormon terutama untuk wanita pasca-menopause dengan menggunakan kombinasi estrogen dan progesteron.
Pengobatan pada kasus osteoporosis yang nyata ialah dengan memberikan obat-obatan , antara lain yang telah diakui manfaatnya ialah : Terapi pengganti hormon, calcitriol (Rocatrol), kalsitonin (Miacalcic), Biphosphonate (Ostac) , steroid anabolik (Deca-durabolin), fluoride dan Vitamin D.

KESIMPULAN
Osteoporosis merupakan salah satu penyebab nyeri pinggang bawah, yang di Indonesia akan makin sering dijumpai, karena sebagai dampak dari pembangunan populasi usia lanjut makin hari makin bertambah . Pencegahan sejak dini merupakan kunci yang paling utama.